Kuliner Nusantara sangatlah beraneka ragam dan bervariatif jenisnya,
mulai dari Sabang hingga Merauke. Makanan yang menjadi suatu ciri khas
dari setiap daerah di Indonesia memiliki cita rasa kelezatan akan
rempah-rempah yang menjadi komoditas hasil bumi Nusantara. Di zaman
globalisasi, usaha kuliner Nusantara sangat banyak dijumpai di berbagai
daerah. Tujuan utama yaitu memperkenalkan kepada masyarakat akan
keanekaragaman kuliner Nusantara agar masyarakat dapat mengenali ciri
khas masakan dari setiap daerah yang ada di Indonesia.
Semakin hari banyak restoran modern yang berdiri di setiap daerah.
Pengaruh globalisasi memaksa kuliner Indonesia bersaing dengan menu-menu
eropa dan belahan bumi lainnya. Masyarakat sendiri lebih memilih
bekerja pada suatu perusahaan dari pada harus membuat usaha baru,
Sehingga pada saat sekarang masyarakat Indonesia memilih pekerjaan yang
modern. Artinya pekerjaan itu mudah dicapai tanpa susah payah dan ada
suatu jaminan akan pekerjaannya. Menjadikan masyarakat sekarang kurang
mandiri dan kurang
survive dalam pencapaiannya. Perihal
berdikari ekonomi yang bersendikan usaha mandiri (
self-help), percaya diri (
self reliance), bukan saja kemandirian yang menjadi cita-cita, melainkan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional, merupakan suatu prinsip yang menjiwai proses
pembangunan itu sendiri. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan
ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional. Sehingga
tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga ‘nilai tambah
sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian bangsa.
Salah satunya dengan berwirausaha yang mempunyai unsur: menjalankan
usaha sendiri, menciptakan usaha baru, dan inovasi yang diciptakan.
Ditinjau dari prespektif kebangsaan, globalisasi menimbulkan kesadaran bahwa
kita merupakan bagian dari suatu masyarakat global dan mengambil manfaat darinya,
namun disisi lain, makin tumbuh pula dorongan untuk menumbuh serta melestarikan dan
memperkuat jati diri bangsa.
Berbagai kondisi yang ada sekarang ini, kini sudah membicarakan visi
pengelolaan warisan budaya di Indonesia di ubah. Kalau dahulu kiblat
dari visi pengelolaan masih kepada “pengelolaan budaya untuk negara”,
mulai sekarang hendaknya kita ubah menjadi “pengelolaan budaya untuk
masyarakat”. Sebagai konsekkuensinya, dalam kebijakan yang baru ini para
aparatur pemerintahan yang terlibat dalam pengelolaan warisan budaya
tidak lagi menjadi “abdi negara” tetapi menjadi “abdi masyarakat”.
Menurut Daud A. Tanudirjo FIB UGM, pengelola warisan budaya harus
menempatkan diri dalam visi baru ini. Ada beberapa fungsi yang mengkin
dapat diperankan oleh pengelola warisan budaya, khususnya yang ada di
pemerintah.
Sebagaimana telah disinggung di atas, pada dasarnya pelestarian adalah
proses memberi makna baru bagi warisan budaya agar tetap berada dalam
konteks sistem. Oleh karena itu, salah satu tugas yang harus
dilaksanakan oleh para pengelolaan warisan budaya adalah menjadi
masyarakat sebagai
fasilitator dalam proses pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya sesuai dengan keahlian dan pengetahuan sehingga,
masyarakat dapat menentukan pilihan yang tepat.
Perkembangan yang cukup bagus dan menarik di tanah air pada saat ini
adalah kesadaran untuk melestarikan budaya tradisional warisan nenek
moyang bangsa. Milton M.R Freeman mengatakan bahwa makanan dalam konteks
manusia sangat penting untuk data pengembangan kebudayaan dan identitas
diri. Makanan lebih jauh memiliki peran penting bagi kita untuk
membedakan kelas, agama, ras, gender, umur dan ideology tiap individu.
Kondisi semacam ini memiliki manfaat ganda yaitu pertama menangkal
masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan aspirasi bangsa dan
kedua adalah menjadikan wirausahawan kita menjadi Tuan di negeri sendiri
terutama dalam usaha kuliner Nusantara yang kaya akan rempah-rempah
sebagai identik dari negara Indonesia sendiri. Semangat macam yang
tumbuh dari kemandirian (
self-help) dan percaya diri (
self reliance)
perlu untuk ditumbuhkan guna menciptakan keadaan bahwa kita akan dapat
menjadi Tuan di negeri sendiri untuk bisnis-bisnis yang lain. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggalakan budaya terhadap pemakaian dalam
negeri serta pelestarian terhadap budaya kuliner Nusantara, seperti yang
didengungkan terhadap semboyan “
Aku Cinta buatan Indonesia”. Menurut Indroyo (1992) Semangat ini dapat dimodernisasikan dengan menciptakan moto “
Buy Indonesian Made and keep your country working”.
Menurut Poerwanto (2006) wirausahawan mempunyai ciri-ciri, yaitu :
- Pencari peluang
- Berani mengambil Risiko
- Mandiri
- Percaya diri
- Keberanian untuk berhasil
- Kemauan untuk memenuhi kebutuhan orang lain
Pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan dari wirausahawan/wati
memulai bisnisnya dari dasar atau hal-hal yang kecil. Eksistensi
wirausahawan kecil di Indonesia telah memperluas wawasan masyarakat
tentang bagaimana menjalankan bisnis. Sayangnya, ini hanya terjadi lebih
banyak pada mereka yang mengenyam pendidikan rendah daripada mereka
yang mengenyam pendidikan tinggi. Padahal, mereka yang diperguruan
tinggi seharusnya lebih siap mandiri dan membuka peluang usaha baru
tetapi rasa kemandirian itu hanya dimiliki oleh orang yang berpendidikan
rendah sehingga buat kedepannya mereka harus lebih berinovatif dalam
menjalankan usahanya.
Seperti, Sukiyatno “ES TELLER 77” yang memulai usahanya dari kecil
sebagai pendorong gerobak es teller, serta kontes yang diselenggarakan
oleh kecap Bango dalam citra masakan kuliner Nusantara yang hanya
dimiliki oleh orang menengah kebawah, dan di Kabupaten Jember lebih
mengenal MCDono sebagai usaha makanan ayam lalapan yang memulai usaha
dari satu gerobak saja.
Di era dunia tanpa batas ini atau yang disebut
globalisasi
kini dunia bagaikan kampung besar, penghuninya bak tetangga dimana
kampung itu bisa terdengar dan melihat satu yang lain dan
berbincang-bincang. Namun proses globalisasi yang penuh kontradiksi
tersebut mengakibatkan penyeragaman serta penghegemonisasian, sehingga
dalam proses kemandirian dalam berwirausaha sedikit terhambat.
METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan
studi literature kesejarahan sehingga mendapatkan keterkaitan antara
ekonomi berdikari konsep soekarno dengan pengertian wirausaha. Wirausaha
yang identik dengan pahlawan sebagai kemandirian dalam usaha tapi dalam
faktanya sekarang ini kita sering kali menemukan keliruan makna
wirausaha. Memang setiap wirausaha tersebut adalah pengusaha tetapi
tidak semua pengusaha itu berwirausaha. Maka dari itu kita tidak salah
kaprah dalam menafsirkan wirausaha yang sesungguhnya.
Pada point berikutnya, penulis mencoba merelasikan hipotesis tersebut
dengan variable kuliner nusantara sebagai usaha yang tidak akan pernah
mati karena yang menjalankan usaha ini adalah manusia bukan mesin
sehingga dibutuhkan keterampilan dan kreativitas dari setiap individu
yang menjalankan. Dalam pengelolaan warisan budaya berupa kuliner
tradisional dibutuhkan fasilitator berupa orang menjalankan usaha ini,
sebagaimana wirausahawan/wati bisa menopang ekonomi kemandirian dan
menghidupkan kembali makanan tradisional di Indonesia, walaupun
globalisasi lagi menerpa negara ini
WIRAUSAHA (bentuk suatu kemandirian)
Leososnsky (1997), editor majalah Entrepreneur yang disitir oleh
Boone dan Kurtz mengatakan dengan memiliki satu bisnis, anda tidak
otomatis bisa disebut pengusaha, tetapi anda adalah pemilik bisnis
kecil… Pengusaha tidak hanya memiliki bisnis, mereka juga
menjalankannya. Dijelaskan bahwa kewirasauhaan bukan hanya kita
mengartikan pengertiannya saja, tetapi merupakan pengalaman lapangan dan
realita.
Dalam konteks bisnis menurut Sri Edi Swasono (1978 : 38), wirausaha
adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha.
Wirausaha adalah pelopor dalam bisnis, innovator, penanggung resiko yang
mempunyai visi ke depan dan memiliki keunggulan dalam prestasi di
bidang usaha
[3].
Menurut Indroyo (1992) Wirausahawan adalah suatu sikap mental yang
berani menanggung resiko, berpikiran maju berani berdiri di atas kaki
sendiri (
berdikari). Sikap mental inilah yang akan membawa
seorang wirausahawan/wati untuk dapat berkembang secara terus menerus
dalam jangka panjang. Sikap mental ini perlu ditanamkan serta
ditumbuhkembangkan dalam diri pemuda Indonesia, agar kita segera dapat
mengejar ketinggalan kita dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Joan Robinson (1962
):”….Ilmu Ekonomi sebenarnya berakar pada
nasionalisme….Aspirasi negara berkembang lebih tertuju dan
terpeliharanya kemerdekaan serta harga diri bangsa daripada sekedar
untuk makan…Para penganut mahzab klasik menjagoi perdagangan bebas
dengan alas an bahwa hal ini menguntungkan bagi Inggris dan bukan karena
bermanfaat bagi seluruh dunia…”
Dari kutipan tersebut menyiratkan bahwa kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh para wirausahawan/wati mempunyai dampak terhadap
pertumbuhan ekonomi. Maksudnya, kegiatan usaha di salah satu bidang
mempunyai kaitan dengan kegiatan usaha lain, dan yang seterusnya
kegiatan tersebut memberi kesempatan kerja bagi banyak orang dari
berbagai macam latar belakang baik social, ekonomi, budaya, maupun
gender.
Menurut Sri Edi Swasono (2001) Pertumbuhan ekonomi harus dicapai
melalui pemerataan usaha-usaha ekonomi. Dengan demikian maka pembangunan
ekonomi dapat berarti partisipasi dan emansipasi yang memperkukuh
kebersamaan (
mutuality) dan rasa kekeluargaan (
brotherhood)
[4]. Perencanaan pembangunan ekonomi di Pusat haruslah merangkum keanekaragaman dan menumbuhkan
local genius
dan kemudian bergandengan secara ekonomis satu sama lain, isi mengisi
satu sama lain. Dengan demikian, persatuan Indonesia itu dapat
terwujudkan. Sebagaimana, Menurut Bung Karno dalam
Kepada Bangsaku (1947).
Buat membangun industrialism Indonesia yang luas tidak ada satu
pulau di Indonesia yang dapat berdiri sendiri, Indonesia secara ekonomis
harus menjadi satu karena Indonesia secara politis adalah satu.
Banyak
entrepreneurship sasngat diperlukan dalam pembangunan
manusia di abad modern ini. Kewirausahaan berhubungan dengan penciptaan
lapangan kerja, keanekaragaman usaha, dan perubahan. Para pengusaha,
khususnya pada tingkat kecil menengah, merupakan sumber lapangan kerja
bagi tenaga kerja yang mengenyam pendidikan rendah. Di banyak negara,
ketika perusahaan-perusahaan menjadi besar melakukan perampingan
organisasi sebagai bagian dari dampak persaingan yang menuntut
efisiensi, para usahawan kecil-menengah justru memberi peluang kerja
bagi banyak orang.
Untuk menjalankan kewirausahaan diperlukan kemandirian dan keberanian
untuk mengambil risiko, baik alternative yang dikembangkan ataupun
terhadap apa yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.(Poerwanto,2006) Naluri bisnis dapat muncul dari dalam diri
seorang maupun dibentuk dari pengalaman hidupnya. Pada saat membuka
usaha tidak mungkin usaha yang dijalankan itu pasti berhasil pasti ada
kegagalan dan kegagalan itu merupakan awal dari wirausahawan/wati dalam
membentuk karakter yang mandiri.
KESADARAN ATAS KREATIVITAS
Dalam membangun kesadaran yang kreatif dan selalu berinovasi tentunya
pengelolaan sumber daya manusia, atau yang lebih popular disebut dengan
manajeman sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan untuk melatih,
menempatkan dan membina tenaga kerja yang kreatif dan efisiensi.
(Poerwanto, 2006) Pengelolaan sumber daya manusia mencakup tiga kunci
pokok: pertama, pembinaan karyawan sebagai aset yang dinamis: kedua,
menyediakan kesempatan untuk berkembang: ketiga, pengintegrasian, yaitu
penyesuaian antara latar belakang pendidikan dan keterampilan serta
motivasi karyawan dengan tujuannya. Ketiga konsep pengelolaan sumber
daya manusia ini di perlukan perencanaan yang strategis dalam mencakup
merekrut sumber daya manusia yang efektif, membina sumber daya yang
efektif, kemudian membangun loyalitas. Ketiga sasaran tersebut
dimaksudkan untuk memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi agar mampu meraih prestasi optimal yang selaras dengan
tujuan-tujuan yang membangun masyarakat harmonis.
Di dalam pelaksanaan ini, perlu pimpinan yang tegas sebagaimana
diterangkan tanpa pimpinan tgas pembangunan tak akan lancar, malahan
dapat menggagalkan rencana yang teratur. Kejujuran dan sifat
patriotic
perlu dimiliki oleh mereka yang diserahi tugas dan tanggung jawab serta
pelaksanaan secara berencana. Di dalam manajemen perlu ada
desentralisasi dan demokrasi sering dalam control sedangkan faktor dari
manajemen untuk efisiensi kerja perlu faktor penggunaan tenaga dan
faktor tempo mendapat perhatian(Bung Karno dan Berdikari ekonomi)
[5]. Seperti yang diucapkan dalam pidato Ir. Soekarno:
“Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, b e
r s a m a- s a m a ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama,
pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. A m a l
semua buat kepentingan semua, k e r i n g a t semua buat kebahagiaan
semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama!”(soekarno, pidato lahirnya pancasila 1 Juni 1945)
Hal ini yang menjadi alasan bahwa gotong royong merupakan suatu
pengelolaan sumber daya manusia agar dapat pengintegrasian itu berjalan
dengan harmoni sehingga dalam pembinaan serta pengembangan kreativitas
itu terbentuknya sikap loyalitas.
Seperti contoh Sukiyatno pemilik dari ES Teller 77 memang itu adalah
minuman khas Indonesia yang sudah menjadi waralaba tapi jangan melihat
system warlabanya karena beliau pernah mendapatkan satya lencana
terhadap lapangan pekerjaan yang telah memberikan kontribusi kepada
semua orang yang memiliki ketekunan terhadap penyandang cacat, contoh
lain adalah pempek rusdan dengan permintaanya semakin hari semakin
meningkat, diperlukan bahan bagu semakin banyak, dan juga harus dipasok
oleh pihak lain, maka pemasok juga mendapatkan keuntungan dan dapat
mempekerjakan orang juga.
Para pebisnis makanan ini pun sangat kreatif dalam menjajakan
dagangannya, mulai dari inovasi dalam hal suasana tempat dan dalam
menciptakan rasa unik disetiap menu yang mereka tawarkan.
Menurut Bedi Zubaidi, (2010) Pada umumnya, mereka bukan hanya menjual
makanan tradisional saja, namun juga menjual kekhasan daerah mereka
sebagai pemanisnya. Memang tidak mudah menjalankan usaha makanan karena
usaha yang dijalankan ini sama dengan factory. Dari bahan baku diolah
menjadi barang jadi perlu estimasi dan perhitungan yang akuratdan yang
menjalankan usaha ini bukanlah mesin melainkan manusia sendiri dan
diperlukan kehandalan dalam operational.
[7]
Bornstein (1998) Seorang pengusaha sosial adalah pemutus jalan dengan
ide baru yang kuat yang menggabungkan visioner dan dunia nyata
pemecahan masalah kreativitas, memiliki kuat serat etika, dan
benar-benar dimiliki oleh-Nya atau visi untuk perubahan. Sebagaimana
telah kita bahas sejauh ini, karena perusahaan kecil bervariasi secara
substansial dalam sumber daya mereka posisi (Cooper, 1981), tujuan dan
sasaran dari pendiri mereka (Carter, Gartner, Shaver, & Gatewood,
2003; Evans & Leighton, 1989; 1990), dan potensi mereka untuk
bertahan hidup dan kepentingan dalam pertumbuhan (van Praag, 2003),
perusahaan kecil juga akan cenderung bervariasi secara substansial dalam
jenis strategi mereka mengejar. Namun, pertumbuhan adalah asumsi inti
dari teori manajemen strategis, namun seperti yang kita berpendapat
sebelumnya, karena berbagai alasan, sebagian besar perusahaan adalah dan
tetap kecil, mengejar strategi untuk bertahan hidup, baik yang tidak
ingin, atau tidak berhasil mengejar dan mencapai strategi pertumbuhan
usaha yang besar .
Strategi tersebut untuk kelangsungan hidup dapat ditandai dengan
taktik seperti menggunakan overhead minimal (Ebben & Johnson, 2006;
Winborg & Landstrom, 2001), memilih industri menarik (Stearns,
Carter, Reynolds, & Williams, 1995), dan membangun pelanggan setia
dasar (Liao & Chuang, 2004). Sebaliknya, strategi untuk (perusahaan
kecil) pertumbuhan dapat ditandai dengan taktik seperti fokus pada
manajemen dan pelatihan tenaga kerja untuk menumbuhkan ukuran basis
karyawan, mengeluarkan modal untuk pemangku kepentingan eksternal untuk
mendanai pertumbuhan, berkembang teknologi kecanggihan untuk memantau
dan mengelola pertumbuhan, fleksibilitas berusaha untuk menyesuaikan
diri dengan baru dan perubahan pasar, dan memperkenalkan produk baru
(Storey, 1994). Karena sebagian besar perusahaan kecil muncul untuk
mengejar strategi survival, dan kelangsungan hidup didominasi tergantung
pada basis pelanggan setia. Unit usaha yang berbeda secara strategis
dipisahkan dengan menimbang manfaat integrasi dan deintegrasi dan dengan
membandingkan kekuatan saling keterhubungan dalam melayani segmen
terkait, wilayah geografis dengan perbedaan dalam rantai nilai yang
paling cocok untuk melayani mereka secara terpisah (Porter, 2008). Jadi
setiap unit usaha yang dijalani saling berhubungan integrasi memperluas
batasan yang relevan dari unit-unit usaha tersebut, agar pengelolaan
sumber daya alam bisa dinikmati dan menjadi keunikan tersendiri.
SEKALI LAGI TETAP BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri)
Dari amanat dan pidato-pidato Bung Karno tergolong “pemikiran umum”
dan “kerakyatan umum”, jelas Bung karno berpaham teguh akan kemandirian.
Bung Karno menolak
onafhankelijkheid, Bung Karno menjunjung tinggi keberdikarian, lawan dari ketergantungan, sebagai suatu pekerti dan kemuliaan martabat manusia
[8]. Keberdikarian bukanlah sikap anti terhadap asing, keberdikarian bukanlah menutup diri ataupun
xenophobia,
keberdikarian adalah kelanjutan dari sikap sovereign untuk memegang
teguh kedaulatan bangsa dan negara, menolah dependensi, namun tetap
menghormati interdependensi atau mutuality (
kebersamaan). Oleh
karena itu Bung karno berorientasi kepada kekuatan rakyat pada potensi
dalam negeri sendiri sebagai landasan pembangunan nasional. Penegakan
kemandirian ekonomi ini merupakan cerminan upaya terbaik dalam
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berlandaskan pada
kesejahteraan sosial masyarakat. Nusantara memiliki keanekaragaman
budaya dan kekayaan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Pada pidatonya yang berjudul Nawaksara, yang disampaikannya di depan
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 22 juni
1966, Soekarno menjelaskan pada bagian II. Landasan Kerja Melanjutkan
Pembangunan. Dalam Trisakti bagian ke tiga :
“bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu
tetap tegap berpijak dengan kokoh-kuat pada landasan Trisakti,
yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam
kebudayaan, berdikari dalam ekonomi, sekali lagi, berdikari dalam
ekonomi!. Khusus mengenai Prinsip Berdikari ingin saya tekankan apa yang
telah saya nyatakan dalam pidato Proklamasi 17 Agustus 1965, yaitu,
bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama
Internasional, terutama diantara semua Negara yang baru merdeka. Jangan
ditolak, yang ditolak oleh Berdikari, adalah ketergantungan kepada
imperialisme, bukan kerjasama yang sama derajat dan saling
menguntungkan. Dan dalam rencana ekonomi perjuangan yang saya
sampaikan bersama ini, maka, Saudara-saudara dapat membaca,
berdikari bukan saja tanpa tujuan, tetapi yang tidak kurang
pentingnya harus merupakan prinsip daripada cara kita mencapai tujuan
itu, prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan
diri kita kepada bantuan Negara atau bangsa lain”
Seperti yang dirumuskan oleh Bung karno di dalam Negara Asia-Afrika
untuk BERDIRI DI ATAS KAKI SENDIRI dalam ekonomi, bebas dalam politik
dan berkepribadian dalam kebudayaan. Telah juga saya kemukakan, apa yang
dikatakan oleh sahabat dan teman seperjuangan kita: Kawan Perdana
Menteri Kim Il Sung dalam tahun 1947:
In order to build a democratic state, the foundation of an
independent economy of the nation must be established…..Without the
foundation of an independent economy, we can neither attain
independence, nor found the state nor subsist.
Di jelaskan bahwa untuk membangun satu Negara yang demokratis, maka
satu ekonomi yang merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang merdeka,
tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita mendirikan
negara, tak mungkin tetap hidup. Dalam negara kesejahteraan yang
menjamin keadilan social itu, meskipun prinsip-prinsip ekonomi pasar
diberlakukan, kesejahteraan bersama menjadi unsure penting tujuan
bernegara. Itulah yang membedakannya dengan negara yang menganut ekonomi
pasar murni, dimana kesejahteraan bersama sekedar menjadi hasil
kesampingan, bukan tujuan. Menurut Siswono,(2011) Pasar, dalam konsep
negara kesejahteraan bisa didesaign dan negara tidak membiarkan
terjadinya pasar yang naturalistic karena kalau itu terjadi yang kuat
akan menelan yang lemah.
[10]
Namun, pada faktanya sekarang ini orang yang menjalankan keberdikarian
ekonomi ini adalah orang yang merintis usahanya dari kecil kemudian
sanggup mempekerjakan orang demia kesejahteraan masyarakat.
GLOBALISASI
Globalisasi membawa kita kedalam penggerak pasar bebas yang mana
sikap kemandirian dan percaya diri kita seolah-olah dimakan usia.
Memang, Indonesia adalah negara yang strategis diibaratkan Indonesia
adalah pusat penjuru mata angin tetapi kita sendiri tidak bisa membaca
arah mata angin tersebut dan kita terjebak disuatu tempat. Apabila kita
sadar dan mengamati proses globalisasi dan gemuruhnya scenario pasar
bebas, kita akan dapat melihat bahwa disitu tetap bersemayam dasar dari
kapitalisme. Menurut Bung karno kapitalisme bangsa sendiri itu
bertentangan dengan sosio-nasionalis, yakni seorang yang mau memperbaiki
masyarakat dan dus anti segala stelsel yang mendatangkan kesengsaraan
di dalam masyarakat
[11].
Seorang nasionalis haruslah berani membukakan mata dan hrus mengabdi
kepada kemanusiaan. Ada beberapa catatan tentang globalisasi harus kita
waspadai :
“…Dalam keadaan dunia semakin terglobalisasi…akan terjadi
perusakan serius terhadap kesadaran diri pda tingkat peradaban,
kemasyarakatan dan etnis…”(Huntington, 1996).”…Globalisasi adalah nama
lain untuk dominasi Amerika…”(H. Kissinger, 1998).”…Dari segi cultural
globalisasi telah cenderung melipputi meluasnya (demi pembaikan ataupun
pemburukan) Amerikanisasi…”(T. Friedman,2001).”…Duia akan memiliki
ekonomi global tanpa pemerintahan global… saat ini kita memiliki eknomi
global tanpa masyarakat global…”(G.Soros, 1998). “…Globalisasi adalah
imperialism ekonomi baru…” (Petras&Veltmeyer, 2001). Tetapi
globalisasi tidak lagi sekedar suatu proses dominasi Amerika ataupun
Amerikanisasi yang sederhana, “…globalisasi telah menciptakan perang
dagang…” (Krugman, 2010), bahkan saat ini, “…telah dengan parah
mengakibatkan perang mata uang global yang mencemaskan…”(Swasono,
2010).”…Cara bagaimana globalisasi telah ditatalaksana…perlu secara
radikal dipikirkan ulang…membuat globalisasi bekerja merupakan
langkah-langkah berikutnya untuk mewujudkan keadilan global…”(Stiglitz,
2007), atau, sebagaimana kita saksikan adalah”…ekonomi terjun bebas made
in Amerika… pasar bebas dan tenggelamnya ekonomi dunia (Stiglitz, 2010)
Di zaman sekarang pasar bebas yang seharusnya ditanggapi dengan penuh
kewaspadaan malah diberhalakan sebagai suatu mekanisme yang mereka
dipakai sampai saat ini. Pasar bebas adalah pasarnya pelaku-pelaku
pasar. Dibalik pasar bebas bermain keras para penguasa pasar. Pasar
bebas, dalam perjalanan sejarah ekonmi,
has done many wrong things, anata lain mempertajam ketimangan structural, memperluas ketidak merataan (
inequality),
menumbuhkan pemiskian (impoverishment) dan pelumpuhan (disempowerment)
terhadap kelompok miskin dan lemah. Pasar bebaslah yang menciptakn “
a winner take a society” melalui mekanisme
“the winner take all market”(interpretasi penulis terhadap keprihatinan Thomas Friedman,1999).
Membiarkan pasar bebas dinobatkan diri sebagai berdaulat, menerima
dan membiarkan globalisasi sebagai wadah tersembunyinya insting dasar
imperalisme, pasti akan menggagakan proses pemberdayaan bagi rakyat
Indonesia bahkan akan mengubahnya menjadi sutu proses marginalisasi.
Tantangan yang terjadi pada kondisi usaha kecil berupa makanan
tradisional yaitu persaingan dengan usaha yang sudah menjadi waralaba,
kalau dilihat sekarang memang sudah banyak sekali usaha-usaha kecil
berupa makanan tradisional yang berkat kegigihannya sukses tetapi
setelah menjadi sukses membuat usaha tersebut menjadi waralaba. Seperti
contoh yaitu, Sate bebek Peking Dekwek milik Capi S. Husada yang
memiliki outlet 2 di Surabaya dan di Jakarta yang mensajikan menu ala
Indonesia seperti, soto bebek peking, siomay peking, sate bebek peking,
dan roti bebek peking. Bumbu yang dipakai yaitu bumbu tradisional yang
digunakan bumbu tradisional yang baik dan aman buat kesehataan. Dari
contoh tersebut sangat berpengaruh tetapi masih memerlukan pasokan bahan
baku dari usaha kecil lainnya yang bukan waralaba, lama-lama usaha
kecil tersebut ingin berkembang untuk mensuplai ke usaha yang menjadi
waralaba, maka usaha kecil itu juga akan melakukan waralaba.
Sejak merdeka hingga kini kita selalu menganut ekonomi pasar. Kita
menerima adanya harga pasar. Sekarang ini gelombang system ekonomi
pasar-bebas didorong masuk ke Indonesia.
Embel-embel bebas itulah yang membedakannya dengan system ekonomi pasar yang sebenarnya telah kita praktekan sejak lama itu
[13].
Banyak sekali masarakat Indonesia kelengahan dan kagum terhadap
kemajuan dari teknologi dan menyembah dari teori-teori ekonomi Barat
tanpa diragukan lagi kita tunduk dengan pasar bebas, sehingga kita
lengah dalam pengertian pasar bebas tersebut. Dalam hal tersebut
perlunya dipandang sebagai sebuah tantangan yang dihadapi dalam menjaga
kualitas serta memotivasi diri agar lebih dapat berinovasi untuk lebih
maju.
KESIMPULAN
Globalisasi yang menjadi penghapus sekat dari setiap negara dipandang
sebagai suatu bentuk paradigma yang harus disikapi secara bijaksana.
Jangan sampai kita malah tergerus oleh system yang membuat bangsa
Indonesia sebagai suatu pasar dari dunia. Namun penumbuhan motivasi
dalam diri masyarakat Indonesia agar dapat berdikari sesuai dengan apa
yang telah diamanatkan oleh para pendiri bangsa dapat terwujud, agar
bangsa indoneisa dapat benar-benar merdeka dan tidak terjadi
kolonialisasi baru.
Kebutuhan yang menjadi masalah klasik setiap manusia dapat dijadikan
sebagai suatu pemacu semangat diri untuk bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri terlebih dahulu, dan mengupayakan agar dapat memproteksi dan
melindungi usaha mikro masyarakat. Salah satu bentuk yang diperlukan
dalam pengelolaan warisan budaya terhadap kuliner nusantara agar tetap
bertahan yaitu dengan cara berbisnis makanan tradisional, karena yang
diperlukan dalam usaha ini dengan keterampilan yang digunakan. Namun,
dengan keterampilan ini agar terwujudnya pelestarian dalam pengelolaan
warisan budaya Indonesia. Disamping itu juga, dalam menjalankan bisnis
makanan tradisional harus mempunyai kemandirian dan kepercayadirian yang
kuat karena semakin kedepannya inovasi dari setiap usaha yang
dijalankan akan makin meningkat sesuai dengan kebutuhan yang ada di
masyarakat.
Daftar Pustaka
- A. Tanudirjo, Daud.2003.Warisan Budaya Untuk Semua: Ara Kebijakan
Pengelola Warisan Budaya Indonesia Di Masa Mendatang:Diajukan pada
Kongres Kebudayaan V.Bukit Tinggi
- Abdul Muhyi, Herwan.2007. Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan.Diajukan syarat memenuhi ujian engantar Administasi Bisnis.Bandung.Universitas Padjadjaran
- Bornstein, D.1998.”Changing the world on a shoestring”.Atalntic Monthly 281 (1),PP 34-79.
- Carland, J. W., Hoy, F., Boulton, W. R., & Carland, J. A. C.
1984. Differentiating entrepreneurs from small business owners: A
conceptualization. Academy of Management Review, 9: 354-359.
- Carter, S., & Ram, M. 2003. Reassessing portfolio entrepreneurship. Small Businessm Economics, 21: 371-380.
- Edi Swasono, Sri. 2011. Pancasila, Nasionalisme dan Globalisasi: Menemukan kembali Republik Indonesia Kita.
Diajukan dalam seminar kebangsaan: “Menemukan Kembali Republik
Indonesia Kita: Relevansi Pancasila bagi eksistensi dan Pelestarian
NKRI”.Surabaya.UNTAG 1945
- Evans, D. S. 1987. The relationship between firm growth, size, and age: Estimates for 100 manufacturing industries. Journal of Industrial Economics, 35: 567-581.
- Gitosudarmo, Indroyo.1992. Pengantar Bisnis.Yogyakarta. BPFE
- Liao, H. & Chuang, A. 2004. A multilevel investigation of factors
influencing employee service performance and customer outcomes. Academy of Management Journal, 47: 41-58.
- Majalah Info Franchise.2010. Peluang Bisnis Makanan & Minuman.9/V/September.
- Majalah Tegal Boto.2009. Postkuliner.Majalah Mahasiswa Universitas Jember.Edisi IXV.
- Poerwanto. 2006. New Business Administration:Paradigma Pengelolaan Bisnis Di Era Dunia Tanpa Batas. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
- Porter, M. E. 1985. Competitive advantage: Creating and sustaining superior performance. New York: Free Press
- ___________.2008.Keunggulan Bersaing: Menciptakan Dan Mempertahankan Kinerja Unggul.Tangerang:KARISMA Publishing Group.
- Raharjo, Iman Toto K dan Herdianto WK.2001. Bung Karo dan Ekonomi Berdikari: Kenangan 100 Tahun Bung Karno.Jakarta:Gramedia
- Reider, R. 2008. Effective operations and controls for the privately held business. New York: John Wiley & Sons.
- Soekarno. 1945. Lahirnya Pancasila, Pidato di BPUPKI. Jakarta. 1 Juni 1945
- _______. 1964. Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta.Panitya Penerbit
-
- _______. 1966. “NAWAKSARA”, Pidato Di depan Sidang Umum ke-IV MPR pada Tanggal 22 Juni 1966
- Storey, D. 1994. Understanding the small business sector. New York: Routledge.
- van Praag, C. M. 2003. Business survival and success of young small business owners. Small Business Economics, 21: 1-17.
- Yudo Husodo,Siswono. 2011.”Membumikan Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan Pancasila”.
Diajukan dalam seminar kebangsaan: “Menemukan Kembali Republik
Indonesia Kita: Relevansi Pancasila bagi eksistensi dan Pelestarian
NKRI”.Surabaya.UNTAG 1945
Sumber :http://kongrespancasila.com/kuliner-nusantara-sebagai-penopang-ekonomi-mandiri-indonesia.html