SELAMAT DATANG (WELCOM IN MY BLOG)

Sabtu, 04 Mei 2013

Menciptakan Ekonomi Mandiri Indonesia dari Sektor Kuliner

     Kuliner Nusantara sangatlah beraneka ragam dan bervariatif jenisnya, mulai dari Sabang hingga Merauke. Makanan yang menjadi suatu ciri khas dari setiap daerah di Indonesia memiliki cita rasa  kelezatan akan rempah-rempah yang menjadi komoditas hasil bumi Nusantara. Di zaman globalisasi, usaha kuliner Nusantara sangat banyak dijumpai di berbagai daerah. Tujuan  utama  yaitu memperkenalkan kepada masyarakat akan keanekaragaman kuliner Nusantara agar masyarakat dapat mengenali ciri khas masakan dari setiap daerah yang ada di Indonesia.
    Semakin hari banyak restoran modern yang berdiri di setiap daerah. Pengaruh globalisasi memaksa kuliner Indonesia bersaing dengan menu-menu eropa dan belahan bumi lainnya.  Masyarakat sendiri lebih memilih bekerja pada suatu perusahaan dari pada harus membuat usaha baru, Sehingga pada saat sekarang masyarakat Indonesia memilih pekerjaan yang modern. Artinya pekerjaan itu mudah dicapai tanpa susah payah dan ada suatu jaminan akan pekerjaannya. Menjadikan masyarakat sekarang kurang mandiri dan kurang survive dalam pencapaiannya. Perihal berdikari ekonomi yang bersendikan usaha mandiri (self-help), percaya diri (self reliance), bukan saja kemandirian yang menjadi cita-cita, melainkan pembangunan nasional.
    Pembangunan nasional, merupakan suatu prinsip yang menjiwai proses pembangunan itu sendiri. Hal tersebut  mengisyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada  kekuatan lokal dan nasional. Sehingga tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga ‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan  martabat dan kemandirian bangsa. Salah satunya dengan berwirausaha yang mempunyai unsur: menjalankan usaha sendiri, menciptakan usaha baru, dan inovasi yang diciptakan.
Ditinjau dari prespektif kebangsaan, globalisasi menimbulkan kesadaran bahwa
kita merupakan bagian dari suatu masyarakat global dan mengambil manfaat darinya,
namun disisi lain, makin tumbuh pula dorongan untuk menumbuh serta melestarikan dan
memperkuat jati diri bangsa.
      Berbagai kondisi yang ada sekarang ini, kini sudah membicarakan visi pengelolaan warisan budaya di Indonesia di ubah. Kalau dahulu kiblat dari visi pengelolaan masih kepada “pengelolaan budaya untuk negara”, mulai sekarang hendaknya kita ubah menjadi “pengelolaan budaya untuk masyarakat”. Sebagai konsekkuensinya, dalam kebijakan yang baru ini para aparatur pemerintahan yang terlibat dalam pengelolaan warisan budaya tidak lagi menjadi “abdi negara” tetapi menjadi “abdi masyarakat”. Menurut Daud A. Tanudirjo FIB UGM, pengelola warisan budaya harus menempatkan diri dalam visi baru ini. Ada beberapa fungsi yang mengkin dapat diperankan oleh pengelola warisan budaya, khususnya yang ada di pemerintah. Sebagaimana telah disinggung di atas, pada dasarnya pelestarian adalah proses memberi makna baru bagi warisan budaya agar tetap berada dalam konteks sistem. Oleh karena itu, salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh para pengelolaan warisan budaya adalah menjadi masyarakat sebagai fasilitator dalam proses pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya sesuai dengan keahlian dan pengetahuan sehingga, masyarakat dapat menentukan pilihan yang tepat.
     Perkembangan yang cukup bagus dan menarik di tanah air pada saat ini adalah kesadaran untuk melestarikan budaya tradisional warisan nenek moyang bangsa. Milton M.R Freeman mengatakan bahwa makanan dalam konteks manusia sangat penting untuk data pengembangan kebudayaan dan identitas diri. Makanan lebih jauh memiliki peran penting bagi kita untuk membedakan kelas, agama, ras, gender, umur dan ideology tiap individu.
     Kondisi semacam ini memiliki manfaat ganda yaitu pertama menangkal masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan aspirasi bangsa dan kedua adalah menjadikan wirausahawan kita menjadi Tuan di negeri sendiri terutama dalam usaha kuliner Nusantara yang kaya akan rempah-rempah sebagai identik dari negara Indonesia sendiri. Semangat macam yang tumbuh dari kemandirian (self-help) dan percaya diri (self reliance) perlu untuk ditumbuhkan guna menciptakan keadaan bahwa kita akan dapat menjadi Tuan di negeri sendiri untuk bisnis-bisnis yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakan budaya terhadap pemakaian dalam negeri serta pelestarian terhadap budaya kuliner Nusantara, seperti yang didengungkan terhadap semboyan “Aku Cinta buatan Indonesia”. Menurut Indroyo (1992) Semangat ini dapat dimodernisasikan dengan menciptakan moto “ Buy Indonesian Made and keep your country working”.

Menurut Poerwanto (2006) wirausahawan mempunyai ciri-ciri, yaitu :
  1. Pencari peluang
  2. Berani mengambil Risiko
  3. Mandiri
  4. Percaya diri
  5. Keberanian untuk berhasil
  6. Kemauan untuk memenuhi kebutuhan orang lain

     Pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan dari wirausahawan/wati memulai bisnisnya dari dasar atau hal-hal yang kecil. Eksistensi wirausahawan kecil di Indonesia telah memperluas wawasan masyarakat tentang bagaimana menjalankan bisnis. Sayangnya, ini hanya terjadi lebih banyak pada mereka yang mengenyam pendidikan rendah daripada mereka yang mengenyam pendidikan tinggi. Padahal, mereka yang diperguruan tinggi seharusnya lebih siap mandiri dan membuka peluang usaha baru tetapi rasa kemandirian itu hanya dimiliki oleh orang yang berpendidikan rendah sehingga buat kedepannya mereka harus lebih berinovatif dalam menjalankan usahanya.
     Seperti, Sukiyatno “ES TELLER 77” yang memulai usahanya dari kecil sebagai pendorong gerobak es teller, serta kontes yang diselenggarakan oleh kecap Bango dalam citra masakan kuliner Nusantara yang hanya dimiliki oleh orang menengah kebawah, dan di Kabupaten Jember lebih mengenal MCDono sebagai usaha makanan ayam lalapan yang memulai usaha dari satu gerobak saja.
Di era dunia tanpa batas ini atau yang disebut globalisasi kini dunia bagaikan kampung besar, penghuninya bak tetangga dimana kampung itu bisa terdengar dan melihat satu yang lain dan berbincang-bincang. Namun proses globalisasi yang penuh kontradiksi tersebut mengakibatkan penyeragaman serta penghegemonisasian, sehingga dalam proses kemandirian dalam berwirausaha sedikit terhambat.

METODOLOGI
 
   Metodologi yang digunakan dalam penulisan  ini menggunakan studi literature kesejarahan sehingga mendapatkan keterkaitan antara ekonomi berdikari konsep soekarno dengan pengertian wirausaha. Wirausaha yang identik dengan pahlawan sebagai kemandirian dalam usaha tapi dalam faktanya sekarang ini kita sering kali menemukan keliruan makna wirausaha. Memang setiap wirausaha tersebut adalah pengusaha tetapi tidak semua pengusaha itu berwirausaha. Maka dari itu kita tidak salah kaprah dalam menafsirkan wirausaha yang sesungguhnya.
    Pada point berikutnya, penulis mencoba merelasikan hipotesis tersebut dengan variable kuliner nusantara sebagai usaha yang tidak akan pernah mati karena yang menjalankan usaha ini adalah manusia bukan mesin sehingga dibutuhkan keterampilan dan kreativitas dari setiap individu yang menjalankan. Dalam pengelolaan warisan budaya berupa kuliner tradisional dibutuhkan fasilitator berupa orang menjalankan usaha ini, sebagaimana wirausahawan/wati bisa menopang ekonomi kemandirian dan menghidupkan kembali makanan tradisional  di Indonesia, walaupun globalisasi lagi menerpa negara ini
  

WIRAUSAHA (bentuk suatu kemandirian)
 
     Leososnsky (1997), editor majalah Entrepreneur yang disitir oleh Boone dan Kurtz mengatakan dengan memiliki satu bisnis, anda tidak otomatis bisa disebut pengusaha, tetapi anda adalah pemilik bisnis kecil… Pengusaha tidak hanya memiliki bisnis, mereka juga menjalankannya. Dijelaskan bahwa kewirasauhaan bukan hanya kita mengartikan pengertiannya saja, tetapi merupakan pengalaman lapangan dan realita.
Dalam konteks bisnis menurut Sri Edi Swasono (1978 : 38), wirausaha adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha. Wirausaha adalah pelopor dalam bisnis, innovator, penanggung resiko yang mempunyai visi ke depan dan memiliki keunggulan dalam prestasi di bidang usaha[3]. Menurut Indroyo (1992) Wirausahawan adalah suatu sikap mental yang berani menanggung resiko, berpikiran maju berani berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Sikap mental inilah yang akan membawa seorang wirausahawan/wati untuk dapat berkembang secara terus menerus dalam jangka panjang. Sikap mental ini perlu ditanamkan serta ditumbuhkembangkan dalam diri pemuda Indonesia, agar kita segera dapat mengejar ketinggalan kita dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Joan Robinson (1962):”….Ilmu Ekonomi sebenarnya berakar pada nasionalisme….Aspirasi negara berkembang lebih tertuju dan terpeliharanya kemerdekaan serta harga diri bangsa daripada sekedar untuk makan…Para penganut mahzab klasik menjagoi perdagangan bebas dengan alas an bahwa hal ini menguntungkan bagi Inggris dan bukan karena bermanfaat bagi seluruh dunia…”

     Dari kutipan tersebut menyiratkan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para wirausahawan/wati mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Maksudnya, kegiatan usaha di salah satu bidang mempunyai kaitan dengan kegiatan usaha lain, dan yang seterusnya kegiatan tersebut memberi kesempatan kerja bagi banyak orang dari berbagai macam latar belakang baik social, ekonomi, budaya, maupun gender.
Menurut Sri Edi Swasono (2001) Pertumbuhan ekonomi harus dicapai melalui pemerataan usaha-usaha ekonomi. Dengan demikian maka pembangunan ekonomi dapat berarti partisipasi dan emansipasi yang memperkukuh kebersamaan (mutuality) dan rasa kekeluargaan (brotherhood)[4]. Perencanaan pembangunan ekonomi di Pusat haruslah merangkum keanekaragaman dan menumbuhkan local genius dan kemudian bergandengan secara ekonomis satu sama lain, isi mengisi satu sama lain. Dengan demikian, persatuan Indonesia itu dapat terwujudkan. Sebagaimana, Menurut Bung Karno dalam Kepada Bangsaku (1947).
Buat membangun industrialism Indonesia yang luas tidak ada satu pulau di Indonesia yang dapat berdiri sendiri, Indonesia secara ekonomis harus menjadi satu karena Indonesia secara politis adalah satu.
     Banyak entrepreneurship sasngat diperlukan dalam pembangunan manusia di abad modern ini. Kewirausahaan berhubungan dengan penciptaan lapangan kerja, keanekaragaman usaha, dan perubahan. Para pengusaha, khususnya pada tingkat kecil menengah, merupakan sumber lapangan kerja bagi tenaga kerja yang mengenyam pendidikan rendah. Di banyak negara, ketika perusahaan-perusahaan menjadi besar melakukan perampingan organisasi sebagai bagian dari dampak persaingan yang menuntut efisiensi, para usahawan kecil-menengah justru memberi peluang kerja bagi banyak orang.
Untuk menjalankan kewirausahaan diperlukan kemandirian dan keberanian untuk mengambil risiko, baik alternative yang dikembangkan ataupun terhadap apa yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.(Poerwanto,2006) Naluri bisnis dapat muncul dari dalam diri seorang maupun dibentuk dari pengalaman hidupnya. Pada saat membuka usaha tidak mungkin usaha yang dijalankan itu pasti berhasil pasti ada kegagalan dan kegagalan itu merupakan awal dari wirausahawan/wati dalam membentuk karakter yang mandiri.

KESADARAN ATAS KREATIVITAS
 
    Dalam membangun kesadaran yang kreatif dan selalu berinovasi tentunya pengelolaan sumber daya manusia, atau yang lebih popular disebut dengan manajeman sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan untuk melatih, menempatkan dan membina tenaga kerja yang kreatif dan efisiensi. (Poerwanto, 2006) Pengelolaan sumber daya manusia mencakup tiga kunci pokok: pertama, pembinaan karyawan sebagai aset yang dinamis: kedua, menyediakan kesempatan untuk berkembang: ketiga, pengintegrasian, yaitu penyesuaian antara latar belakang pendidikan dan keterampilan serta motivasi karyawan dengan tujuannya. Ketiga konsep pengelolaan sumber daya manusia ini di perlukan perencanaan yang strategis dalam mencakup merekrut sumber daya manusia yang efektif, membina sumber daya yang efektif, kemudian membangun loyalitas. Ketiga sasaran tersebut dimaksudkan untuk memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi agar mampu meraih prestasi optimal yang selaras dengan tujuan-tujuan yang membangun masyarakat harmonis.
     Di dalam pelaksanaan ini, perlu pimpinan yang tegas sebagaimana diterangkan tanpa pimpinan tgas pembangunan tak akan lancar, malahan dapat menggagalkan rencana yang teratur. Kejujuran dan sifat patriotic perlu dimiliki oleh mereka yang diserahi tugas dan tanggung jawab serta pelaksanaan secara berencana. Di dalam manajemen perlu ada desentralisasi dan demokrasi sering dalam control sedangkan faktor dari manajemen untuk efisiensi kerja perlu faktor penggunaan tenaga dan faktor tempo mendapat perhatian(Bung Karno dan Berdikari ekonomi)[5]. Seperti yang diucapkan dalam pidato Ir. Soekarno:
“Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, b e r s a m a- s a m a ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. A m a l semua buat kepentingan semua, k e r i n g a t semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama!”(soekarno, pidato lahirnya pancasila 1 Juni 1945)
     Hal ini yang menjadi alasan bahwa gotong royong merupakan suatu pengelolaan sumber daya manusia agar dapat pengintegrasian itu berjalan dengan harmoni sehingga dalam pembinaan serta pengembangan kreativitas itu terbentuknya sikap loyalitas.
Seperti contoh Sukiyatno pemilik dari ES Teller 77 memang itu adalah minuman khas Indonesia yang sudah menjadi waralaba tapi jangan melihat system warlabanya karena beliau pernah mendapatkan satya lencana terhadap lapangan pekerjaan yang telah memberikan kontribusi kepada semua orang yang memiliki ketekunan terhadap penyandang cacat, contoh lain adalah pempek rusdan dengan permintaanya semakin hari semakin meningkat, diperlukan bahan bagu semakin banyak, dan juga harus dipasok oleh pihak lain, maka pemasok juga mendapatkan keuntungan dan dapat mempekerjakan orang juga. Para pebisnis makanan ini pun sangat kreatif dalam menjajakan dagangannya, mulai dari inovasi dalam hal suasana tempat dan dalam menciptakan rasa unik disetiap menu yang mereka tawarkan.
Menurut Bedi Zubaidi, (2010) Pada umumnya, mereka bukan hanya menjual makanan tradisional saja, namun juga menjual kekhasan daerah mereka sebagai pemanisnya. Memang tidak mudah menjalankan usaha makanan karena usaha yang dijalankan ini sama dengan factory. Dari bahan baku diolah menjadi barang jadi perlu estimasi dan perhitungan yang akuratdan yang menjalankan usaha ini bukanlah mesin melainkan manusia sendiri dan diperlukan kehandalan dalam operational.[7]
     Bornstein (1998) Seorang pengusaha sosial adalah pemutus jalan dengan ide baru yang kuat yang menggabungkan visioner dan dunia nyata pemecahan masalah kreativitas, memiliki kuat serat etika, dan benar-benar dimiliki oleh-Nya atau visi untuk perubahan. Sebagaimana telah kita bahas sejauh ini, karena perusahaan kecil bervariasi secara substansial dalam sumber daya mereka posisi (Cooper, 1981), tujuan dan sasaran dari pendiri mereka (Carter, Gartner, Shaver, & Gatewood, 2003; Evans & Leighton, 1989; 1990), dan potensi mereka untuk bertahan hidup dan kepentingan dalam pertumbuhan (van Praag, 2003), perusahaan kecil juga akan cenderung bervariasi secara substansial dalam jenis strategi mereka mengejar. Namun, pertumbuhan adalah asumsi inti dari teori manajemen strategis, namun seperti yang kita berpendapat sebelumnya, karena berbagai alasan, sebagian besar perusahaan adalah dan tetap kecil, mengejar strategi untuk bertahan hidup, baik yang tidak ingin, atau tidak berhasil mengejar dan mencapai strategi pertumbuhan usaha yang besar .
    Strategi tersebut untuk kelangsungan hidup dapat ditandai dengan taktik seperti menggunakan overhead minimal (Ebben & Johnson, 2006; Winborg & Landstrom, 2001), memilih industri menarik (Stearns, Carter, Reynolds, & Williams, 1995), dan membangun pelanggan setia dasar (Liao & Chuang, 2004). Sebaliknya, strategi untuk (perusahaan kecil) pertumbuhan dapat ditandai dengan taktik seperti fokus pada manajemen dan pelatihan tenaga kerja untuk menumbuhkan ukuran basis karyawan, mengeluarkan modal untuk pemangku kepentingan eksternal untuk mendanai pertumbuhan, berkembang teknologi kecanggihan untuk memantau dan mengelola pertumbuhan, fleksibilitas berusaha untuk menyesuaikan diri dengan baru dan perubahan pasar, dan memperkenalkan produk baru (Storey, 1994). Karena sebagian besar perusahaan kecil muncul untuk mengejar strategi survival, dan kelangsungan hidup didominasi tergantung pada basis pelanggan setia. Unit usaha yang berbeda secara strategis dipisahkan dengan menimbang manfaat integrasi dan deintegrasi dan dengan membandingkan kekuatan saling keterhubungan dalam melayani segmen terkait, wilayah geografis dengan perbedaan dalam rantai nilai yang paling cocok untuk melayani mereka secara terpisah (Porter, 2008). Jadi setiap unit usaha yang dijalani saling berhubungan integrasi memperluas batasan yang relevan dari unit-unit usaha tersebut, agar pengelolaan sumber daya alam bisa dinikmati dan menjadi keunikan tersendiri.

SEKALI LAGI TETAP BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri)
 
     Dari amanat dan pidato-pidato Bung Karno tergolong “pemikiran umum” dan “kerakyatan umum”, jelas Bung karno berpaham teguh akan kemandirian. Bung Karno menolak onafhankelijkheid, Bung Karno menjunjung tinggi keberdikarian, lawan dari ketergantungan, sebagai suatu pekerti dan kemuliaan martabat manusia[8]. Keberdikarian bukanlah sikap anti terhadap asing, keberdikarian bukanlah menutup diri ataupun xenophobia, keberdikarian adalah kelanjutan dari sikap sovereign untuk memegang teguh kedaulatan bangsa dan negara, menolah dependensi, namun tetap menghormati interdependensi atau mutuality (kebersamaan). Oleh karena itu Bung karno berorientasi kepada kekuatan rakyat pada potensi dalam negeri sendiri sebagai landasan pembangunan nasional. Penegakan kemandirian ekonomi ini merupakan cerminan upaya terbaik dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berlandaskan pada kesejahteraan sosial masyarakat. Nusantara memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
    Pada pidatonya yang berjudul Nawaksara, yang disampaikannya di depan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 22 juni 1966, Soekarno menjelaskan pada bagian II. Landasan Kerja Melanjutkan  Pembangunan.  Dalam Trisakti bagian ke tiga :
“bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap  tegap berpijak dengan  kokoh-kuat  pada  landasan  Trisakti,  yaitu  berdaulat  dan  bebas dalam   politik,   berkepribadian   dalam   kebudayaan,   berdikari   dalam ekonomi, sekali lagi, berdikari dalam ekonomi!. Khusus mengenai Prinsip Berdikari ingin saya tekankan apa yang telah saya nyatakan dalam pidato Proklamasi 17 Agustus 1965, yaitu, bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama Internasional, terutama diantara semua Negara yang baru merdeka. Jangan ditolak, yang ditolak oleh Berdikari, adalah ketergantungan kepada imperialisme, bukan kerjasama yang sama derajat dan saling menguntungkan. Dan dalam rencana  ekonomi  perjuangan  yang saya sampaikan  bersama  ini, maka, Saudara-saudara  dapat  membaca,  berdikari  bukan  saja  tanpa  tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya  harus merupakan  prinsip daripada cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kita kepada bantuan Negara atau bangsa lain”
     Seperti yang dirumuskan oleh Bung karno di dalam Negara Asia-Afrika untuk BERDIRI DI ATAS KAKI SENDIRI dalam ekonomi, bebas dalam politik dan berkepribadian dalam kebudayaan. Telah juga saya kemukakan, apa yang dikatakan oleh sahabat dan teman seperjuangan kita: Kawan Perdana Menteri Kim Il Sung dalam tahun 1947:
In order to build a democratic state, the foundation of an independent economy of the nation must be established…..Without the foundation of an independent economy, we can neither attain independence, nor found the state nor subsist.
     Di jelaskan bahwa untuk membangun satu Negara yang demokratis, maka satu ekonomi yang merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita mendirikan negara, tak mungkin tetap hidup. Dalam negara kesejahteraan yang menjamin keadilan social itu, meskipun prinsip-prinsip ekonomi pasar diberlakukan, kesejahteraan bersama menjadi unsure penting tujuan bernegara. Itulah yang membedakannya dengan negara yang menganut ekonomi pasar murni, dimana kesejahteraan bersama sekedar menjadi hasil kesampingan, bukan tujuan. Menurut Siswono,(2011) Pasar, dalam konsep negara kesejahteraan bisa didesaign dan negara tidak membiarkan terjadinya pasar yang naturalistic karena kalau itu terjadi yang kuat akan menelan yang lemah.[10] Namun, pada faktanya sekarang ini orang yang menjalankan keberdikarian ekonomi ini adalah orang yang merintis usahanya dari kecil kemudian sanggup mempekerjakan orang demia kesejahteraan masyarakat.

GLOBALISASI
 
     Globalisasi membawa kita kedalam penggerak pasar bebas yang mana sikap kemandirian dan percaya diri kita seolah-olah dimakan usia. Memang, Indonesia adalah negara yang strategis diibaratkan Indonesia adalah pusat penjuru mata angin tetapi kita sendiri tidak bisa membaca arah mata angin tersebut dan kita terjebak disuatu tempat. Apabila kita sadar dan mengamati proses globalisasi dan gemuruhnya scenario pasar bebas, kita akan dapat melihat bahwa disitu tetap bersemayam dasar dari kapitalisme. Menurut Bung karno kapitalisme bangsa sendiri itu bertentangan dengan sosio-nasionalis, yakni seorang yang mau memperbaiki masyarakat dan dus anti segala stelsel yang mendatangkan kesengsaraan di dalam masyarakat[11]. Seorang nasionalis haruslah berani membukakan mata dan hrus mengabdi kepada kemanusiaan. Ada beberapa catatan tentang globalisasi harus kita waspadai :
“…Dalam keadaan dunia semakin terglobalisasi…akan terjadi perusakan serius terhadap kesadaran diri pda tingkat peradaban, kemasyarakatan dan etnis…”(Huntington, 1996).”…Globalisasi adalah nama lain untuk dominasi Amerika…”(H. Kissinger, 1998).”…Dari segi cultural globalisasi telah cenderung melipputi meluasnya (demi pembaikan ataupun pemburukan) Amerikanisasi…”(T. Friedman,2001).”…Duia akan memiliki ekonomi global tanpa pemerintahan global… saat ini kita memiliki eknomi global tanpa masyarakat global…”(G.Soros, 1998). “…Globalisasi adalah imperialism ekonomi baru…” (Petras&Veltmeyer, 2001). Tetapi globalisasi tidak lagi sekedar suatu proses dominasi Amerika ataupun Amerikanisasi yang sederhana, “…globalisasi telah menciptakan perang dagang…” (Krugman, 2010), bahkan saat ini, “…telah dengan parah mengakibatkan perang mata uang global yang mencemaskan…”(Swasono, 2010).”…Cara bagaimana globalisasi telah ditatalaksana…perlu secara radikal dipikirkan ulang…membuat globalisasi bekerja merupakan langkah-langkah berikutnya untuk mewujudkan keadilan global…”(Stiglitz, 2007), atau, sebagaimana kita saksikan adalah”…ekonomi terjun bebas made in Amerika… pasar bebas dan tenggelamnya ekonomi dunia (Stiglitz, 2010)
     Di zaman sekarang pasar bebas yang seharusnya ditanggapi dengan penuh kewaspadaan malah diberhalakan sebagai suatu mekanisme yang mereka dipakai sampai saat ini. Pasar bebas adalah pasarnya pelaku-pelaku pasar. Dibalik pasar bebas bermain keras para penguasa pasar. Pasar bebas, dalam perjalanan sejarah ekonmi, has done many wrong things, anata lain mempertajam ketimangan structural, memperluas ketidak merataan (inequality), menumbuhkan pemiskian (impoverishment) dan pelumpuhan (disempowerment) terhadap kelompok miskin dan lemah. Pasar bebaslah yang menciptakn “a winner take a society” melalui mekanisme “the winner take all market”(interpretasi penulis terhadap keprihatinan Thomas Friedman,1999).
     Membiarkan pasar bebas dinobatkan diri sebagai berdaulat, menerima dan membiarkan globalisasi sebagai wadah tersembunyinya insting dasar imperalisme, pasti akan menggagakan proses pemberdayaan bagi rakyat Indonesia bahkan akan mengubahnya menjadi sutu proses marginalisasi.
Tantangan yang terjadi pada kondisi usaha kecil berupa makanan tradisional yaitu persaingan dengan usaha yang sudah menjadi waralaba, kalau dilihat sekarang memang sudah banyak sekali usaha-usaha kecil berupa makanan tradisional yang berkat kegigihannya sukses tetapi setelah menjadi sukses membuat usaha tersebut menjadi waralaba. Seperti contoh yaitu, Sate bebek Peking Dekwek milik Capi S. Husada yang memiliki outlet 2 di Surabaya dan di Jakarta yang mensajikan menu ala Indonesia seperti, soto bebek peking, siomay peking, sate bebek peking, dan roti bebek peking. Bumbu yang dipakai yaitu bumbu tradisional yang digunakan bumbu tradisional yang baik dan aman buat kesehataan. Dari contoh tersebut sangat berpengaruh tetapi masih memerlukan pasokan bahan baku dari usaha kecil lainnya yang bukan waralaba, lama-lama usaha kecil tersebut ingin berkembang untuk mensuplai ke usaha yang menjadi waralaba, maka usaha kecil itu juga akan melakukan waralaba.
     Sejak merdeka hingga kini kita selalu menganut ekonomi pasar. Kita menerima adanya harga pasar. Sekarang ini gelombang system ekonomi pasar-bebas didorong masuk ke Indonesia. Embel-embel bebas itulah yang membedakannya dengan system ekonomi pasar yang sebenarnya telah kita praktekan sejak lama itu[13]. Banyak sekali masarakat Indonesia kelengahan dan kagum terhadap kemajuan dari teknologi dan menyembah dari teori-teori ekonomi Barat tanpa diragukan lagi kita tunduk dengan pasar bebas, sehingga kita lengah dalam pengertian pasar bebas tersebut. Dalam hal tersebut perlunya dipandang sebagai sebuah tantangan yang dihadapi dalam menjaga kualitas serta  memotivasi diri agar lebih dapat  berinovasi untuk lebih maju.

KESIMPULAN

     Globalisasi yang menjadi penghapus sekat dari setiap negara dipandang sebagai suatu bentuk paradigma yang harus disikapi secara bijaksana. Jangan sampai kita malah tergerus oleh system yang membuat bangsa Indonesia sebagai suatu pasar dari dunia. Namun penumbuhan motivasi dalam diri masyarakat Indonesia agar dapat berdikari sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh para pendiri bangsa dapat terwujud, agar bangsa indoneisa dapat benar-benar merdeka dan tidak terjadi kolonialisasi baru.
Kebutuhan yang menjadi masalah klasik setiap manusia dapat dijadikan sebagai suatu pemacu semangat diri untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri terlebih dahulu, dan mengupayakan agar dapat memproteksi dan melindungi usaha mikro masyarakat. Salah satu bentuk yang diperlukan dalam pengelolaan warisan budaya terhadap kuliner nusantara agar tetap bertahan yaitu dengan cara berbisnis makanan tradisional, karena yang diperlukan dalam usaha ini dengan keterampilan yang digunakan. Namun, dengan keterampilan ini agar terwujudnya pelestarian dalam pengelolaan warisan budaya Indonesia. Disamping itu juga, dalam menjalankan bisnis makanan tradisional harus mempunyai kemandirian dan kepercayadirian yang kuat karena semakin kedepannya inovasi dari setiap usaha yang dijalankan akan makin meningkat sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.


Daftar Pustaka

  • A. Tanudirjo, Daud.2003.Warisan Budaya Untuk Semua: Ara Kebijakan Pengelola Warisan Budaya Indonesia Di Masa Mendatang:Diajukan pada Kongres Kebudayaan V.Bukit Tinggi
  • Abdul Muhyi, Herwan.2007. Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan.Diajukan syarat memenuhi ujian :P engantar Administasi Bisnis.Bandung.Universitas Padjadjaran
  • Bornstein, D.1998.”Changing the world on a shoestring”.Atalntic Monthly 281 (1),PP 34-79.
  • Carland, J. W., Hoy, F., Boulton, W. R., & Carland, J. A. C. 1984. Differentiating entrepreneurs from small business owners: A conceptualization. Academy of Management Review, 9: 354-359.
  • Carter, S., & Ram, M. 2003. Reassessing portfolio entrepreneurship. Small Businessm Economics, 21: 371-380.
  • Edi Swasono, Sri. 2011. Pancasila, Nasionalisme dan Globalisasi: Menemukan kembali Republik Indonesia Kita. Diajukan dalam seminar kebangsaan: “Menemukan Kembali Republik Indonesia Kita: Relevansi Pancasila bagi eksistensi dan Pelestarian NKRI”.Surabaya.UNTAG 1945
  • Evans, D. S. 1987. The relationship between firm growth, size, and age: Estimates for 100 manufacturing industries. Journal of Industrial Economics, 35: 567-581.
  • Gitosudarmo, Indroyo.1992. Pengantar Bisnis.Yogyakarta. BPFE
  • Liao, H. & Chuang, A. 2004. A multilevel investigation of factors influencing employee service performance and customer outcomes. Academy of Management Journal, 47: 41-58.
  • Majalah Info Franchise.2010. Peluang Bisnis Makanan & Minuman.9/V/September.
  • Majalah Tegal Boto.2009. Postkuliner.Majalah Mahasiswa Universitas Jember.Edisi IXV.
  • Poerwanto. 2006. New Business Administration:Paradigma Pengelolaan Bisnis Di Era Dunia Tanpa Batas. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
  • Porter, M. E. 1985. Competitive advantage: Creating and sustaining superior performance. New York: Free Press
  • ___________.2008.Keunggulan Bersaing: Menciptakan Dan Mempertahankan Kinerja Unggul.Tangerang:KARISMA Publishing Group.
  • Raharjo, Iman Toto K dan Herdianto WK.2001. Bung Karo dan Ekonomi Berdikari: Kenangan 100 Tahun Bung Karno.Jakarta:Gramedia
  • Reider, R. 2008. Effective operations and controls for the privately held business. New York: John Wiley & Sons.
  • Soekarno. 1945. Lahirnya Pancasila, Pidato di BPUPKI. Jakarta. 1 Juni 1945
  • _______. 1964. Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta.Panitya Penerbit
  • _______. 1966. “NAWAKSARA”, Pidato Di depan Sidang Umum ke-IV MPR pada Tanggal 22 Juni 1966
  • Storey, D. 1994. Understanding the small business sector. New York: Routledge.
  • van Praag, C. M. 2003. Business survival and success of young small business owners. Small Business Economics, 21: 1-17.
  • Yudo Husodo,Siswono. 2011.”Membumikan Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan Pancasila”. Diajukan dalam seminar kebangsaan: “Menemukan Kembali Republik Indonesia Kita: Relevansi Pancasila bagi eksistensi dan Pelestarian NKRI”.Surabaya.UNTAG 1945



Sumber   :http://kongrespancasila.com/kuliner-nusantara-sebagai-penopang-ekonomi-mandiri-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar